Selasa, 28 Juni 2011

JAWABAN PRA UTS/UAS


PRA UTS/UAS

Tugas ini diajukan untuk memenuhi nilai mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang dibina oleh Drs. H. Suaya, M.PdI


Oleh
Kiki Subuki
210302105047


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA



1.       Pengertian Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib.
A.      Tarbiyah
Konsep tarbiyyah merupakan salah satu konsep pendidikan Islam yang penting. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari bahasa Arab yang dipetik dari fi’il (kata kerja) seperti berikut :
a. Rabba, yarbu yang berarti tumbuh, bertambah, berkembang.
b. Rabbi, yarba yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa
c. Rabba, yarubbu yang berarti memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidikmenguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.
Melalui pengertian tersebut, konsep tarbiyyah merupakan proses mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. Ia bukan saja dilihat proses mendidik saja tetapi merangkumi proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan kehidupan berjalan dengan lancer.
Berdasarkan penafsiran pada surat Al Fatihah ayat 2,
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” .
Terdapat penafsiran terhadap ayat tersebut yaitu Allah itu Pendidik semesta alam tak ada suatu juga dari makhluk Allah itu terjauh dari didikan-Nya. Allah mendidik makhluk-Nya dengan seluas arti kata itu. Sebagai pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) dan senjata kepada makhluk itu guna kesempurnaan hidupnya masing-masing.
Selain daripada Allah sebagai Pendidik, manusia juga boleh menjadi pendidik berdasarkan firman Allah.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”.
Walaupun ayat ini dalam beberapa tafsir banyak menitikberatkan pembahasan pada kewajiban anak terhadap orang tua, namun kata “Rabba” yang diartikan mendidik memberikan pembentukan istilah darinya yaitu tarbiyyah yang berarti diartikan sebagai pendidikan.
Kata Al Rabb juga berasal dari kata tarbiyyah yang berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaannya secara bertahap.
Didalam Al Qur’an, kata rabba diartikan mengasuh seperti pada surat Al Syu’ara, ayat 18
“Fir’aun menjawab: “Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.”
Itu merupakan proses tarbiyah terhadap Nabi, sehingga ungkapan tersebut lebih menegaskan pada proses pengasuhan atau membesarkan.
Penggunaan kata tarbiyah, secara bahasa juga banyak digunakan oleh masyarakat Arab untuk makhluk hidup selain manusia (hewan dan tumbuhan) yang membawa maksud memelihara, memelihara dan menernak.
Al Jauhari mengatakan bahwa tarbiyah dan beberapa bentuk lainnya secara makna memiliki arti memberi makan, memelihara; yakni dari akar kata ghadza atau ghadzw yang mengacu kepada segala sesuatu yang tumbuh seperti anak-anak, tanaman dan sebagainya.
Tentu saja dari makna tersebut dan didasarkan pada penjelasan lainnya memberikan pengertian bahwa istilah tersebut mencakup pada segala hal yang bisa ditumbuhkan, dipelihara dan dikembangkan tidak hanya terbatas pada manusia, padahal seperti yang telah ditunjukkan Al Attas bahwa pendidikan dalam arti Islam adalah sesuatu yang khusus untuk manusia.
Menurut Al Attas, secara semantik istilah tarbiyah tidak tepat dan tidak memadai untuk membawakan konsep pendidikan dalam pengertian Islam, sebagaimana dipaparkan.
1. Istilah tarbiyah yang dipahami dalam pengertian pendidikan sebagaimana dipergunakan di masa kini tidak bisa ditemukan dalam leksikon-leksikon bahasa Arab besar.
2. Tarbiyah dipandang sebagai pendidikan, dikembangkan dari penggunaan Al Qur’an dengan istilah raba dan rabba yang berarti sama, tidak secara alami mengandung unsur-unsur esensial pengetahuan, intelegensi dan kebajikan yang pada hakikatnya merupakan unsur-unsur pendidikan yang sebenarnya.
3. Jika sekiranya dikatakan bahwa suatu makna yang berhubungan dengan pengetahuan disusupkan ke dalam konsep rabba, maka makna tersebut mengacu pada pemilikan pengetahuan dan bukan penanamannya.
Dari beberapa penjelasan tersebut proses tarbiyah tidak mencakup langsung keterlibatan ilmu sebagai aspek penting dalam pendidikan. Tarbiyyah lebih menekankan pada proses memberikan kasih sayang. Walaupun tentu saja proses pengasuhan dan kasih sayang merupakan bagian yang sangat penting dalam pendidikan.
Tarbiyyah sebagai proses pengembangan (penumbuhan) diri sebagai pengembangan potensipun sangat diperlukan dalam proses pendidikan meskipun bersifat materi. Keahlian dan ketangkasan fisik sangat diperlukan disesuaikan untuk mengoptimalkan potensi masing-masing yang dididik, apalagi untuk menghadapi kondisi kehidupan modern yang semakin kompleks, namun setidaknya hal tersebut tidak mempersempit atau mengaburkan dari proses atau konsep utama pendidikan dalam islam itu sendiri.

B.      Ta’lim
Perkataan ta’lim pula dipetik dari kata dasar ‘allama ((علّم, yu‘allimu ( يعلّم) dan ta’lim (تعليم)
Dalam surat Al Jum’ah ayat 2,
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”
Dalam surat yang diturunkan di Madinah tersebut menggunakan yu’allimu, yang merupakan salah satu kata dasar yang membentuk istilah ta’limYu’allimu diartikan dengan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran (instruction).
 Dari ayat tersebut juga bisa dimaknai bahwa Rasulullah juga seorang mu’allim, hal ini memperkuat sungguh dari beliau adanya keteladanan, termasuk bagaimana seharusnya menjadi seorang muallim. Bahkan hal tersebut merupakan nikmat Allah bagi orang-orang mukmin, sebagaimana firmanNya.
“Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Dari  ayat tersebut juga didapatkan penggunaan yu’allimu yang diartikan mengajarkan dan membentuk kata ta’lim yang berarti bisa diartikan sebagai pengajaran.
… padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[78] di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[79]. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka Telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.”

Dalam hadith lain, Rasulullah bersabda,
“Diantara amal dan kebaikan yang menyusul seseorang sesudah matinya adalah: ilmu yang dia ajarkan dan sebarluaskan, …”
Sa’ad bin Abu Waqqash r.a berkata:
كُـنَّا نُعَـلِّمُ أَوْلاَدَنَا مَغـَازِىْ رَسُوْلِ اللهِ صَـلىَّ اللهُ عَلَيـْهِ وَسَـلَّمَ كَمَـا نُعَلِّمُـهُمُ السُّـوْرَةَ مِـنَ الْقُـرْآنِ
“Kami mengajar anak-anak kami riwayat hidup Rasulullah SAW. Seperti kami mengajarkan satu surat dari Al Qur’an”
Kata dasar yuallimu terdapat di beberapa firman Allah SWT. Yaitu
“ Dan Demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta’bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, …”
Istilah Mu’allim atau pengajar yang berarti orang yang melakukan pengajaran, juga di munculkan dalam hadith, Nabi Muhammad SAW. bersabda,
اعملوا بطاعة الله و اتقوا معاصى الله و مروا اولادكم بامتثال الاوامر, و اجتناب النواهى, فذالك و قاية لهم و لكم من النّار
“Ajarkanlah mereka untuk ta’at kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka ”
Dalam hal ini ungkapan (اعملو) diberikan kepada orang tua yang berlaku sebagai mu’allim sedangkan pelajarnya (muta’allim) atau yang diajari adalah anak-anaknya.
ما من رجل يعلم ولده القرأن فى الدنيا الاّ توّج ابوه بتاج فى الجنّة يعرفه به اهل الجنّة بتعليم ولده القرأن فى الدنيا
“Tidaklah seseorang mengajarkan Al Qur’an kepada anaknya di dunia kecuali ayahnya pada hari kiamat dipakaikan mahkota surga. Ahli surgamengenalinya dikarenakan dia mengajari anaknya Al Qur’an di dunia”
Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Misalnya pada surat Yusuf, ayat 6, berarti ilmu pengetahuan yang dimaksud, diajarkan atau dialihkan kepada Nabi adalah tabir mimpi. Sedangkan pada surat Al Maidah ayat 4, ilmu yang dimaksud adalah ilmu berburu.
Ta’lim juga mewakili ungkapan proses dari tidak tahu menjadi tahu. Dari perkataan Sa’ad bin Waqash, memberi makna anak-anak yang tidak tahu tentang riwayat Rasulullah, diajarkan sehingga menjadi tahu.
Namun, istilah ta’lim dari beberapa ayat diatas menunjukkan bahwa ilmu yang bisa untuk dialihkan meliputi semua ilmu termasuk diantaranya sihir. Sehingga memang istilah tersebut lebih dekat pada pengajaran bukan pendidikan, karena pendidikan dalam pengertian Islam tentu saja harus mengarah pada manusia yang lebih baik, sesuai peran dan fungsinya didunia ini menurut Al Qur’an dan As Sunnah.

C.      Ta’dib
Ta’dib ( ) berasal dari kata addaba (أدّب), yuaddibu (يأدّب) dan ta’dib (تأديب).
Ta’dib sebagai istilah yang paling mewakili dari makna pendidikan berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadith dikemukakan oleh Syed Naquib Al Attas. Al Attas memaknai pendidikan dari hadith,
أَدَّبَنِى رَبِّى اَحْسَنَ تَأْدِِيْـبِى
Tuhanku (Allah) telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik
Addaba (أدّب ) diterjemahkan oleh Al Attas sebagai mendidik, yang menurut Ibnu Manzhur merupakan padanan kata allama dan oleh Azzat dikatakan sebagai cara Tuhan mengajar Nabi-Nya sehingga Al Attas mengatakan bahwa mashdar addaba (yakni ta’dib) mendapatkan rekanan konseptualnya di dalam istilah ta’lim.
Selanjutnya Al Attas menyampaikan,
”Dalam pendefinisian kita tentang ’makna’, kita katakan bahwa ’makna’ adalah pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuat sistem. Karena pengetahuan terdiri dari sampainya, baik dalam arti hushul dan wushul, makna di dalam dan oleh jiwa, maka kita definisikan ’pengetahuan’ sebagai pengenalan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membawa kepada pengenalan tentang tempat yang tepat dari Tuhan dalam tatanan wujud dan keperiadaan. Agar pengetahuan bisa dijadikan ’pengetahuan’, kita masukkan unsur dasar pengakuan di dalam pengenalan, dan kita definisikan kandungan pendidikan ini sebagai pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam keteraturan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepriadaan. Kemudian kita definisikan pendidikan, termasuk pula proses pendidikan, sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.”
Hadith tersebut memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik pendidikan. Dengan demikian dalam pendangan filsafat pendidikan Islam. Rasulullah merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan.
Dalam hadith lain, Prof. Abdullah Nasih Ulwan, mengambil hadith yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ali r.a. untuk menjadi dasar penting terhadap pendidikan Al Qur’an untuk anak, bahwa Rasulullah bersabda:
أَدِّبُـوْا أَوْلاَدَكُمْ عَـلَى ثَلاَثِ حِصَـالٍ: حُبِّ نَبِـيِّكُمْ وَحُبِّ آلِ بَيْـتِهِ, وَتِـلاَوَتِ اْلقُـرْآنِ. فَإِنَّ حَمَـالَةَ الْقُـرْآنِ فِى ظِـلِّ عَـرْشِ اللهِ يَـوْمَ لاَ ظِـلَّ إِلاَّ ظِلُّـهُ مَعَ أَنْبِـيَآئِـهِ وَأَصْفِـيَآئِـهِ
“Didiklah anak-anakmu dalam tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai keluarga nabi, dan membaca Al Qur’an. Maka sesungguhnya yang membaca Al Qur’an berada dalam naungan Nya, bersama para Nabi dan orang-orang Suci”
Sebenarnya istilah ta’dib sudah sering digunakan oleh masyarakat arab pada jaman dahulu dalam hal pelaksanaan proses pendidikan. Perkataan adab dalam tradisi arab dikaitkan dengan kemuliaan dan ketinggian pribadi seseorang.
Dalam hadit lain, Rasulullah bersabda:
أدّبوا اولادكم و احسنوا ادابهم
“Didiklah anak-anak kamu dengan pendidikan yang baik”
الغلام يعـقّ عنه يوم السـابع, و يسمّى و يـماط عنه الأذى فاذا بلـغ ستّ سنـين أدّب, و اذا بلغ تسع سنـين عـزل عن فـراشه , فاذا بلـغ عشرة سنة ضرب على الصلاة و الصوم, فاذا بلغ ستّ عشرة سنة زوّجه ابوه, ثمّ أخذ بيده و قال قد أدّبتك و علّمتك و أنكحتك, اعوذ بالله من فـتـنـتك فى الـدنيـا و عذابـها فـى الاخرة
“Seorang anak diselamati pada hari ketujuh dari kelahirannya, diberi nama dan dihilangkan penyakitnya (dicukur rambutnya). Jika sudah menginjak usia enam tahun, maka ia diberi pendidikan. Jika sudah menginjak usia sembilan tahun, maka ia dipisahkan tempat tidurnya. Jika sudah menginjak usia tigabelas tahun maka ia harus dipukul bila tidak mau mengerjakan sholat dan puasa. Dan jika telah menginjak enambelas tahun, maka ayahnya boleh mengawinkan, lalu memegang anaknya itu dengan tangannya dan berkata padanya:’Aku telah mendidikmu, mengajarmu dan mengawinkanmu’. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah (yang disebabkan ulah)mu di dunia dan dari adzab yang (disebabkan) fitnah itu di akhirat”
.
Dalam persidangan kedua tentang pendidikan Islam di Islamabad, Al Attas menegaskan konsep ta’dib dalam pendidikan dengan mengemukakan gagasan, yaitu:
“Ta’dib already includes within its conceptual structure the element of knowledge, instruction (ta’lim), and good breeding (tarbiyyah) so that there is no need to refer to the concept of education in the Islam as tarbiyyah-ta’lim-ta’dib all together. Ta’dib is then the precise and correct term to denote education in the Islamic sense”
Hal tersebut untuk memberikan penekanan terhadap konsep yang telah ditetapkan pada sidang sebelumnya yang menyatakan bahwa adanya kesatuan antara ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Padahal menurut pendapat beliau bahwa ta’dib sudah meliputi tarbiyyah dan ta’lim. Sehingga tidak dibutuhkan penyatuan atau penggunaan konsep ketiganya secara bersamaan.
Konsep ta’dib dalam pendidikan menjadi sangat penting diketengahkan, mengingat semakin terlihatnya gejala keruntuhan akhlak di kalangan umat Islam bukan dikarenakan mereka tidak mempunyai ilmu pengetahuan , tetapi karena mereka telah kehilangan adab. Tindak kejahatan, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, pembunuhan dan hal lain justru banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang mengenyam proses pendidikan. Proses bertambahnya ilmu pengetahuan seakan-akan tidak berbanding lurus bahkan tidak berhubungan dengan peningkatan akhlak yang mulia atau keimanan para mudarist.
Dari hadist tersebut juga ditekankan akan kewajiban dan hal yang utama bagi orangtua untuk memberikan pendidikan yang baik dan menjadi hak setiap anak untuk mendapatkannya. Disebutkan pula bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan diperoleh sejak usia dini sampai menikahkannya.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan memberikan penjelasan terhadap hadits-hadits tersebut bahwa:
“para pendidik terutama ayah dan ibu, mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral. Mereka bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak sejak kecil untuk berlaku benar, dapat dipercaya, istiqomah, …”
Selanjutnya dalam bukunya tersebut beliau menjelaskan tentang perilaku-perilaku dan penyimpangan tercela yang harus dihindarkan oleh anak sebagai subjek didik.
2. Pengertian tentang Iman, Islam dan Ihsan
A . Iman
Iman menurut bahasa adalah percaya, sedangkan menurut syara’ yakni artinya mengucapkan dengan lisan membenarkan dalam hati dan mengerjakan dengan segenap anggota badan. Dengan demikian orang yang sudah menyatakan diri beriman menurut hukum islam haruslah menyatupadukan antara ucapan, sikap dan perilaku anggota badan untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan iman tersebut.
                Iman meliputi enam perkara yaitu :
- Iman kepada Allah
- Iman kepada Malaikat
- Iman kepada Kitab-kitab Allah
- Iman kepada Nabi
- Iman kepada Hari Akhir
- Iman kepada Takdir
ª!$# Í<ur šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Oßgã_̍÷ムz`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ( šúïÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿx. ãNèdät!$uŠÏ9÷rr& ßNqäó»©Ü9$# NßgtRqã_̍÷ムšÆÏiB ÍqY9$# n<Î) ÏM»yJè=à9$# 3 šÍ´¯»s9'ré& Ü=»ysô¹r& Í$¨Y9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÎÐÈ  
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Sabda Rasulullah SAW
Apabila cahaya Allah telah masuk kedalam qalbi maka dadapun menjadi lapang dan terbuka…” Seorang sahabat bertanya, “Apakah yang demikian itu tanda-tandanya ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ya, orang-orang yang mengalaminya lalu merenggangkan pandangannya dari negeri tipuan (dunia) dan bersiap menuju ke negeri abadi (akhirat) serta mempersiapkan mati sebelum mati.

B. Islam
Kata Islam berasal dari bahasa arab yaitu keselamatan, perdamaian dan penyerahan diri kepada Allah. Ketiga arti tersebut tercakup dalam kata Islam sebab agama Islam mencita-citakan wujudnya keselamatan dan perdamaian seluruh umat manusia dan mengajarkan kepada manusia untuk menyerahkan diri sepenuh hati kepada Allah SWT dalam segala amal perbuatan yang dikerjakannya.
Pokok-pokok ibadah termuat dalam rukun Islam :
- Mengucapkan Syahadat
- Menegakkan Sholat
- Puasa pada bulan ramadhan
- Membayar zakat
- Melaksanakan haji


Sebagaimana sabda Allah SWT :
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ   

19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Dalam hadis Umar bin Khattab ra bahwa Jibril pernah bertanya kepada Nabi saw mengenai Islam dan iman. Beliau menjawab “Islam adl engkau bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adl utusan Allah menegakkan salat menunaikan zakat puasa Ramadan dan berhaji ke Baitullah.”
C.       Ihsan
Menurut bahasa arab kata ihsan berasal dari kata ahsana, yuhsinu, ihsanan yang artinya baik atau kebaikan. Pengertian ihsan terungkap dalam arti hadis berikut.
Artinya : Apakah ihsan? Ihsan adalah bahwasanya kau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya (di depanmu). Apabila engkau tidak dapat melihat Nya maka (yakinlah) bahwa Dia melihatmu.
Menurut hadis diatas ihsan berarti menyembah kepada Allah dengan sepenuh hati, memusatkan perhatian kepada Allah seakan-akan melihat Allah di hadapannya. Jika tidak demikian harus tetap yakin bahwa Allah melihat dirinya. Ibadah yang seperti inilah yang akan dapat mempengaruhi kepribadiannya menjadi manusia yang berakhlak mulia. Adapun ihsan terhadap sesama manusia adalah berbuat yang lebih baik (dari semestinya) sesuai petunjuk Islam. Dengan demikian yang dimaksud ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang dengan hati niat beribadah kepada Allah SWT.
Ihsan ada dua macam yaitu :
1. Ihsan kepada Allah
2. Ihsan kepada manusia
Sebagaimana sabda Allah SWT :
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ  
195. dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Dan Hadist yang mengemukakan tentang Ihsan yaitu, ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
3. Dasar, Tujuan, Metode, Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan yang Islami
A. Dasar Pendidikan yang Islami
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Alquran dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan mengklasifikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata (Muhammad Syaltut).
Oleh karena pendidikan termasuk amal nyata, maka pendidikan tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang muamalah.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ   øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ   $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çŽÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ   bÎ)ur š#yyg»y_ #n?tã br& šÍô±è@ Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ  
12. dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan.
Sebagai bantahan pendapat yang meragukan terhadap adanya aspek pendidikan dalam Alquran. Abdul Rahman Saleh Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah yang berasal dari kata “Rabb”(mendidik dan memelihara) banyak terdapat dalam Alquran; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam Alquran menunjukkan bahwa dalam Alquran tidak mengabaikan konsep-konsep yang menunjukkan kepada. Hadis, juga banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan  Islam. Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Alquran.
Di samping Alquran dan hadis sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam, tentu saja masih memberikan penafsiran dan penjabaran lebih lanjut terhadap Alquran dan hadis, berupa ijma’, qiyas, ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering pula dianggap sebagai dasar pendidikan Islam (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama: 21). Akan tetapi, kita konsekuen bahwa dasar adalah tempat berpijak yang paling mendasar, maka dasar pendidikan Islam hanyalah Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
B. Tujuan Pendidikan yang Islami
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Mempe rkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.



C.  Metode Pendidikan yang Islami
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara”. Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan dalam bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam bahasa Indonesia. Sedangkan menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, terlebih jika metode itu sudah disandingkan dengan kata pendidikan atau pengajaran diantaranya :
  1. Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar merupaka alat untuk menciptakan proses pembelajaran.
  2. Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
 Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode di atas, beberapa hal yang harus ada dalam metode adalah :
  1. Adanya tujuan yang hendak dicapai
  2. Adanya aktivitas untuk mencapai tujuan
  3. Aktivitas itu terjadi saat proses pembelaran berlangsung
  4. Adanya perubahan tingkah laku setelah aktivitas itu dilakukan.
Ada istilah lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan dapat juga diartikan sebagai pedoman mengajar yang bersifat realistis/konseptual. Sedangkan teknik/strategi adalah siasat atau cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik.
Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan Islam. Sebab  metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.
1.       Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
  1. Dasar Biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
  2. Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
  3. Dasar sosiologis. Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab AlQuran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya dari Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode-metode tersebut adalah:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian inforemasi melalui      penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar    metode ini terdapat di dalam Al Qur’an :
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
b. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi Muhammad tentang iman, islam, dan ihsan.
Selain itu ada juga hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :
Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
c. Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun   berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar (dialog).
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :
Dan mereka berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)
Selain itu terdapat juga dalam hadits yang berbunyi :
Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis         Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu   Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian      siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda; Sesungguhnya orang   yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat   dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah   (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis  sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan   kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.
d. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh gur dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ   قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ   وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ   وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ  وَلاَتَمْنُن تَسْتَكْثِرُ   وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Artinya :
  1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
  2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
  3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
  4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
  5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
  6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
  7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
e. Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang berbunyi
Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw  adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226)
f. Metode eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu   percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap        murid, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
Prinsip dasar metode ini ada dalam hadits :
Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
g. Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api  Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Selain itu terdapat pula dalam hadits yang berbunyi :
Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
h. Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :
Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Selain hadits juga hadits berikut ini :
Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
i. Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut :
Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
D. Kurikulum Pendidikan yang Islami
a. Pengertian kurikulum
Kurikulum merupakan alat pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Karena itu pengenalan tentang arti asas, dan faktor-faktor serta komponen kurikulum penting dalam rangka menyusun perencanaan pengajaran. Dalam pengertian kurikulum terdiri dari arti sempit dan arti luas. Kurikulum dalam arti sempit yaitu kurikulum dianggap sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah. Sedangkan kurikulum dalam arti luas yaitu semua pengalaman yang dengan sengaja disediakan oleh sekolah bagi para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara Harfiah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum yang berarti bahan pengajaran. Adapula yang mengatakan kata tersebut berasal dari bahasa Perancis “courier” yang berarti berlari. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata kurikulum diterjemahkan dengan istilah “Manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Kurikulum adalah hasil belajar yang diniati, sebab program belajar itu baru merupakan rencana, patokan, gagasan, I’tikad, rambu-rambu yang nantinya harus dicapai, atau dimiliki para siswa, melalui proses pengajaran. Progran belajar belum dapat mempengaruhi siswa jika tidak dilaksanakan. Itulah sebabnya kurikulum sebagai program belajar tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran. Menurut Nana Sudjana kurikulum adalah program belajar atau dokumen yang berisikan hasil belajar yang diniati (diharapkan dimiliki siswa) dibawah tanggung jawab sekolah, untuk mencapai tujuan pendidikan. Program belajar masih bersifat umum yang memerlukan penjabaran lebih lanjut oleh guru sebelum diberikan kepada siswa melalui program pengajaran. Sedangkan menurut Muhammad Ali, pada hakekatnya kurikulum hanya dapat dirumuskan pada rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran, rencana tentang pengalaman belajar, rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan rencana tentang kesempatan belajar.Suatu kurikulum terdiri dari komponen-komponen yang terdiri dari tujuan isi, metode atau proses belajar mengajar dalam kurikulum saling berkaitan bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut komponen tujuan mengarah atau menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar mengajar.Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar itu sebaiknya anak tidak dibiarkan sendiri, karena proses belajar itu dengan proses mengajar, karena memang proses itu merupakan gabungan kegiatan anak belajar dan guru mengajar yang tidak terpisah.
Menurut Oemar Muhammad at-Toumy al-Syaibani kurikulum pendidikan Islam berbeda dengan kurikulum pada umumnya. Oleh karena itu dia menyebutkan lima ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam: Pertama, Menonjolkan tujuan agama dan aklak pada berbagai tujuannya, kandungan,metode,dan alatnya. Kedua, Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, bimbingan serta pengembangan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketiga, Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandunh dalam kurikulum yang akan digunakan. Keempat, Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik. Kelima, Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.Prinsip dasar dan Fungsi kurikulum pendidikan Islam Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan.
Al-Syaibani dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut : Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan harus didasarkan pada agama. Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum. Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum. Keempat, Prinsip keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar. Kelima, Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu diantara para pelajar,baik dari segi minat atau bakatnya. Keenam, Prinsip menerima perkembangan dan Dasar kurikulum adalah kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum,susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu). Dalam hal ini Al-Syaibani menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam yaitu antara lain sebagai berikut :
1) Dasar religi
(agama) Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah,tujuan dan kurikulumnya pada ajaran Islam dan mengacu pada dua sumber utama syari'at Islam yaitu Alquran dan Sunnah. Sementara sumber-sumber lainnya yang sering digolongkan oleh para ahli seperti Ijma, Qiyas, Kepentingan umum, dan yang dianggap baik (ihtisan) adalah merupakan penjabaran dari kedua sumber di atas. 
2) Dasar Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.Dasar falsafah ini membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam pada tiga dimensi, diantaranya adalah :
Dimensi ontologis, dimensi ini mengarahkan kurikulum agar lebih banyak memberi peserta didik untuk berhubungan langsung dengan fisik obyek-obyek, serta berkaitan dengan pelajaran yang memanipulasi benda-benda dan materi kerja. Implikasi dimensi ini dalam kurikulum
Pendidikan adalah memberikan pengalaman yang ditanamkan pada peserta didik tidak hanya sebatas pada alam fisik dan isinya yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, melainkan sebagai sesuatu yang tidak terbatas dalam realita fisik. Yang dimaksud dengan alam tak terbatas adalah alam rohaniyah atau spiritual yang menghantarkan manusia pada keabadian. Di samping itu perlu juga ditanamkan pengetahuan tentang hukum dan sistem kemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni di dalam alam semesta termasuk hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia dimasa depan.
Dimensi Epistimologi, perwujudan kurikulum yang falid harus berdasarkan pendekatan metode ilmiah yang sifatnya mengajar berfikir menyeluruh, refleksi dan kritis. Implikasi dimensi ini dalam rumusan kurikulum adalah penguasaan konten yang tidak sepenting dengan penguasaan bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan, kurikulum menekankan lebih berat pada pelajaran proses konten cenderung fleksibel, karena pengetahuan yang dihasilkan bersifat tidak mutlak,tentatif,dan dapat berubah-ubah. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ar-Rachman ayat 26-27 :
Artinya : “Semua yang ada dibumi itu akan binasa, dan tetap kekal dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
Dimensi Aksiologi, dimensi ini mengarahkan pembentukan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang ideal,supaya hidup dengan baik,sekaligus menghindarkan nilai-nilai yang tidak diinginkan.
3) Dasar Psikologis
Dasar ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik.Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan, minat, kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
4) Dasar sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu searah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti semua kecenderungan dan perubahahan yang telah dan akan terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam.[1][11]
Keempat dasar tersebut harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu dasar dengan dasar lainnya tidaklah berdiri sendiri,tetapi haruslah merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu.
Sedangkan fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam adalah ; sebagai alat atau usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebagai organisasi belajar tersusun,adalah disiapkan untuk anak-anak sebagai salah satu konsumsi pendidikan mereka. Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran sebagai pedoman dalam mengadakan
supervisi berfungsi bagi orangtua agar dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.
c. Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Al-Abrasy mengutip dari Ibnu Kaldun membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan yaitu; tingkatan pemula(Manhaj Ibtida’i). Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Alquran dan As-Sunnah,karena Alquran merupakan asal agama sumber berbagai ilmu pengetahuan dan asas pelaksanaan pendidikan. Dan tingkat atas (manhaj ‘Ali) kurikulum tingkat ini mempunyai dua kulifikasi yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri seperti ilmu syari'ah yang mencakup fiqih, tafsir, hadist. Kemudian ilmu-ilmu yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain dan bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri, misalnya ilmu bahasa, ilmu matematika, ilmu mantiq.
Kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu (berkesinambungan) disusun berdasarkan kemampuan,intelegensi dan mental peserta didik. Untuk itu sistem penjenjangan kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada kemampuan, pola, irama perkembangan dan kematangan mental peserta didik dan bobot materi yang diberikan setiap tingkatan adalah sebagai berikut : untuk tingkat dasar (ibtida’iyah) bobot 63 materi menyangkut pokok-pokok ajaran Islam, misalnya masalah akidah (rukun iman) untuk tingkat menengah pertama (tsanawiyah), bobot materi menyangkut pada materi yang diberikan pada jenjang dasar dan ditambah dengan argumen-argumen dari dalil naqli dan aqli.
Untuk tingkat menengah (Aliyah) bobot materi mencakup materi yang diberikan pada jenjang dasar dan menengah pertama ditambah dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang diberikan dan untuk tingkat perguruan tinggi (Jami’iyah) bobot materi mencakup
materi yang diberikan pada jenjang dasar, menengah pertama, menengah keatas dan perguruan tinggi ditambah dengan materi yang bersifat ilmiah dan filosofis.
E. Evaluasi
Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan Islam tidak diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Term-term tersebut adalah :

a. Al- Hisab,
Memiliki makna mengitung,menafsirkan dan mengira. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah Swt :
°! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 bÎ)ur (#rßö7è? $tB þÎû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷è? Nä3ö7Å$yÛムÏmΠª!$# ( ãÏÿøóusù `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãƒur `tB âä!$t±o 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íƒÏs% ÇËÑÍÈ  
284. kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

b. Al- Bala
Memiliki makna cobaan, ujian.
Terdapat dalam Firman Allah Surat Al-Mulk ayat 2:
Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 öä3ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur âƒÍyèø9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ  
2. yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

c. Imtihan
Berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan dalam Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang diuji dengan menggunakan kataimtiha n yaitu surat A l-Mumtahanah. Firman Allah Swt yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat pada surat al- Mumtahanah (60) ayat 10 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ãNà2uä!%y` àM»oYÏB÷sßJø9$# ;NºtÉf»ygãB £`èdqãZÅstGøB$$sù ( ª!$# ãNn=÷ær& £`ÍkÈ]»yJƒÎ*Π( ÷bÎ*sù £`èdqßJçFôJÎ=tã ;M»uZÏB÷sãB Ÿxsù £`èdqãèÅ_ös? n<Î) Í$¤ÿä3ø9$# ( Ÿw £`èd @@Ïm öNçl°; Ÿwur öNèd tbq=Ïts £`çlm; ( Nèdqè?#uäur !$¨B (#qà)xÿRr& 4 Ÿwur yy$oYã_ öNä3øn=tæ br& £`èdqßsÅ3Zs? !#sŒÎ) £`èdqßJçG÷s?#uä £`èduqã_é& 4 Ÿwur (#qä3Å¡ôJè? ÄN|ÁÏèΠ̍Ïù#uqs3ø9$# (#qè=t«óur !$tB ÷Läêø)xÿRr& (#qè=t«ó¡uŠø9ur !$tB (#qà)xÿRr& 4 öNä3Ï9ºsŒ ãNõ3ãm «!$# ( ãNä3øts öNä3oY÷t 4 ª!$#ur îLìÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÊÉÈ  
10. Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$#




0 komentar:

Posting Komentar